Golongan Pembawa Agama Islam Di Indonesia

Sebagi warga Indonesia yang mayoritas penganut agama Islam, maka sudah menjadi keharusan untuk kita mengetahui tentang Golongan pembawa islam ke indonesia. 
    Pendapat para ahli mengenai golongan pembawa islam  ke indonesia umumnya menunjukkan persamaan. Oleh karena kedatangan islam melalui jalur perdagangan. Tidak seperti agama hindu yang hanya dapat dipelajari dan dikuasai oleh golongan brahm, agama islam tidak melarang bagi pedagang untuk mempelajari dan memperdalam agama. Hal ini menyebabkan banyak diantara mereka yang memiliki penguasa agama yang cukup tinggi. Dengan demikian, seorang pedagang dapat sekaligus bertindak sebagai juru dakwa.
    Penyebaran islam selanjutnya dilakukan oleh juru dakwa atau ulama setempat, di mana beberapa diantaranya mungkin telah pergi ke Makkah atau pusat agama islam lainnya di Timur Tengah guna memperdalam pengetahuan agam islam. Setelah itu mereka menyebarkan ke daerah-daerah pelosok lainnya di kepulauan Indonesia. Di antara para penyebar islam setempat ini terdapat sekelompok orang terkemuka yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga.
    Wali Sanga berasal dari kata "wali" dan "sanga". Wali merupakan kata Arab yang berarti sangat tinggi dalam dunia islam. Biasanya, kata itu diterjemahkan sebagai orang suci. Dalam bahasa Jawa, wali juga dapat diartikan sebagai rasul. Kata "sanga" sendiri berarti sembilan. Dengan demikian, Wali Sanga berarti sembilan orang wali-Ullah (Wali Allah).
    Anggota Wali Sanga ialah Syekh Maulana, Malik Ibrahim, Sunan Apel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati.
    Selain kesembilan orang tersebut, masih ada sejumlah ulama lainnya yang dianggap sebgai wali oleh para pengikutnya. Diantara mereka terdapat Syekh Siti Jenar atau Syekh Lemah Abang. Bahkan, ada certia bahwa sebenarnya Syekh Siti Jenar itu merupakan anggota wali sanga. Akan tetapi, ajarannya dianggap menyimpang sehingga dia dikeluarkan dan dihukum mati.
    Proses islamisasi yang dilakukan oleh para wali ini sendiri memiliki ciri sangat menarik sehingga membedakan islam di Jawa dengan dikepulauan Indonesia lainnya. Islam di Jawa terkenal dengan sangat "Sinkretis", artinya banyak memadukan unsur-unsur masyarakat setempat dengan ajaran islam. Contoh sinkretisme kepercayaan lokal yang dan islam ini terlihat pada praktik berkirim sesajen di kuburan untuk menunjukkan upacara bela sungkawa dan selametan. Dalam hal ini, Sunan Kalijaga dan para wali yang sepaham memodifikasi paham tersebut. Kegiatan itu dapat terus dilakukan, tetapi niatnya bukan lagi mengirim sesajen kepada dewa, melainkan bersedekah kepada penduduk setempat dan sesajen yang dihidangkan boleh dibawa pulang. Selain itu permintaan doanya harus kepada Allah swt dan sebelum acara selamatan dilaksanakan, diadakan pembacaan Layang Ambiya atau sejarah para nabi. Hingga kini, acara pembacaan Layang Ambiya yang berbentuk tembang Asmaradana atau Pucung masih hidup dikalangan masyarakat pedesaan.
    Sinkratisme lainnya terlihat dalam hal arsitektur mesjid. Sebagai contoh, menara mesjid buatan sunan kudus memiliki yang tidak jauh berbeda dengan candi Hindu. Hal itu sendiri dimaksud agar orang-orang hindu merasa akrab dan tidak merasa takut atau segan mengunjungi masjid untuk mendengar ceramah Sunan Kudus.
    Selain kelompok Wali Sanga ini, masih ada penyebar islam ditempat lainnya. Di antara mereka terdapat Dato'ri Bandang, yang menyebarkan islam di Gowa, serta Tuan di Bandang dan Tuan Tungan Parangan yang menyebarkan agama islam di Kutai. Kadangkala, para juru dakwa ini dianggap sebagai orang suci dan dikeramatkan  oleh kalangan penduduk yang diislamkannya.

0 Response to "Golongan Pembawa Agama Islam Di Indonesia"

Post a Comment

Terima kasih anda telah meninggalkan komentar